Rabu, 14 Mei 2008

Penggunaan Nilai Buku Atas Pengalihan Harta

Dalam ketentuan perpajakan yang dimaksud dengan pengalihan harta terdiri dari :

  1. transaksi jual beli harta;
  2. transaksi tukar menukar harta;
  3. harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal;
  4. harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
  5. hibah, bantuan, sumbangan, atau warisan

pada prinsipnya apabila terjadi pengalihan harta, maka nilai pengalihan yang digunakan adalah harga pasar. Pengalihan harta dalam rangka transaksi jual beli, tukar menukar, dan harta sebagai pengganti saham atau penyertaan modal maka nilai pengalihan adalah jumlah yang seharusnya dikeluarkan atau diterima berdasarkan harga pasar. Mengapa ketentuan perpajakan menggunakan prinsip berdasarkan harga pasar? menurut pendapat penulis bahwa penggunaan harga pasar adalah sebagai parameter atau ukuran khususnya apabila transaksi tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang mempunyai hubungan istimewa (related parties transaction) sebagaimana diatur dalam Pasal 18 ayat 4 Undang-undang Nomor 7 sebagaimana telah diubah terakhir dengan Undang-undang Nomor 17 Tahun 2000. Bahwa adanya hubungan istimewa (related parties) antara pembeli dan penjual dapat menyebabkan harga perolehan atau harga penjualan menjadi lebih besar atau lebih kecil dibandingkan jika transaksi tersebut dilakukan oleh pihak-pihak yang tidak mempunyai hubungan istimewa (no related parties transaction).


Nilai pengukuran selain harga pasar juga dapat digunakan nilai sisa buku (pooling of interest). Hal ini dilakukan dalam rangka menyeleraskan dengan kebijakan sosial, ekonomi, investasi, moneter, dan kebijakan lainnya yang dilakukan oleh pemerintah. Nilai sisa buku dalam hal ini adalah nilai sisa buku fiskal. Kata "dapat" mengandung pengertian normatif artinya tidak mutlak karena harus memenuhi beberapa persyaratan tertentu. Penggunaan nilai sisa buku sebagai nilai pengalihan adalah untuk transaksi :

  1. harta yang dialihkan dalam rangka likuidasi, penggabungan, peleburan, pemekaran, pemecahan, atau pengambilalihan usaha;
  2. hibah, bantuan, sumbangan, atau warisan

Pada tanggal 13 Maret 2008 diterbitkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 43/PKM.03/2008 tentang Penggunaan Nilai Buku atas Pengalihan Harta, Peleburan, atau Pemekaran Usaha. Dalam ketentuan tersebut diatur bahwa Wajib Pajak yang melakukan merger dapat menggunakan nilai buku. Merger yang dimaksud meliputi penggabungan usaha atau peleburan usaha. Penggabungan usaha adalah penggabungan dari dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara tetap mempertahankan berdirinya salah satu badan usaha yang tidak mempunyai sisa kerugian atau mempunyai sisa kerugian yang paling kecil. Peleburan usaha adalah penggabungan dua atau lebih Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham dengan cara mendirikan badan usaha baru.


Pemekaran usaha adalah pemisahan satu Wajib Pajak Badan yang modalnya terbagi atas saham menjadi dua Wajib Pajak Badan atau lebih dengan cara mendirikan badan usaha baru dan mengalihkan sebagian harta dan kewajiban kepada badan usaha baru tersebut yang dilakukan tanpa melikuidasi badan usaha yang lama. Wajib Pajak yang melakukan pemekaran usaha yang dapat menggunakan nilai buku adalah :

  1. Wajib Pajak yang belum Go Public yang akan melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering); atau
  2. Wajib Pajak yang telah Go Public sepanjang seluruh badan usaha hasil pemekaran melakukan penawaran umum perdana (Initial Public Offering).

Beberapa ketentuan yang diatur agar dapat menggunakan nilai buku sebagai nilai pengalihan dalam rangka penggabungan, peleburan, atau pemekaran usaha sebagai berikut :

  1. Mengajukan permohonan kepada Direktur Jenderal Pajak dengan melampirkan alasan dan tujuan melakukan merger atau pemekaran usaha;
  2. Melunasi seluruh hutang pajak dari tiap badan usaha yang terkait;
  3. Memenuhi persyaratan tujuan bisnis (business purpose test);
  4. Wajib Pajak yang melakukan merger tidak boleh mengkompensasikan kerugian/sisa kerugian dari Wajib Pajak yang menggabungkan diri/Wajib Pajak yang dilebur;
  5. Penyusutan harta yang diterima dilakukan berdasarkan masa manfaat yang tersisa sebagaimana tercantum dalam pembukuan pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan;
  6. Apabila merger atau pemekaran usaha dilakukan pada tahun berjalan, maka jumlah angsuran PPh Pasal 25 dari pihak atau pihak-pihak yang menerima pengalihan tidak boleh lebih kecil dari jumlah angsuran yang wajib dibayar oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan;
  7. Pembayaran, penmungutan, dan pemotongan PPh yang telah dilakukan oleh pihak atau pihak-pihak yang mengalihkan sebelum dilakukan merger atau pemekaran usaha dapat dipindahbukukan menjadi pembayaran, pemungutan, atau pemotongan PPh dari Wajib Pajak yang menerima pengalihan;

Khusus untuk Wajib Pajak yang akan menjual sahamnya di bursa efek, selambat-lambatnya dalam jangka waktu 1 (satu) tahun setelah memperoleh persetujuan dari Direktur Jenderal Pajak untuk melakukan pemekaran usaha dengan menggunakan nilai buku, harus telah mengajukan pernyataan pendaftaran kepada Badan Pengawas Pasar Modal Lembaga Keuangan dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Public Offering) dan pernyataan pendaftaran tersebut telah menjadi efektif, jangka waktu 1 (satu) tahun tersebut dapat diperpanjang karena keadaan diluar kekuasaan Wajib Pajak dengan persetujuan Direktur Jenderal Pajak. Apabila Wajib Pajak tidak memenuhi ketentuan untuk segera melakukan pendaftaran kepada Bapepam dalam rangka penawaran umum perdana (Initial Public Offering) sesuai dengan jangka waktu yang telah diatur maka nilai pengalihan harta atas pemekaran usaha yang dilakukan dengan menggunakan nilai buku dihitung kembali berdasarkan harga pasar.


Pengalihan Harta karena Hibah, Bantuan, Sumbangan, dan Warisan

Dalam hal terjadi pengalihan harta karena hibah, bantuan, dan sumbangan yang memenuhi syarat Pasal 4 ayat (3) huruf a UU No. 7 Tahun 1983 sebagaimana telah diubah terakhir dengan UU No. 17 Tahun 2000 atau warisan maka nilai perolehan bagi pihak yang menerima harta adalah nilai sisa buku harta dari pihak yang melakukan penyerahan. Apabila Wajib Pajak tidak menyelenggarakan pembukuan sehingga nilai sisa buku tidak diketahui mana nilai perolehan atas harta ditetapkan oleh Direktur Jenderal Pajak. Persyaratan yang dimaksud dalam Pasal 4 ayat (3) huruf a tersebut adalah :

  1. bantuan atau sumbangan tersebut tidak ada hubungannya dengan usaha, pekerjaan, kepemilikan, atau penguasaan antara pihak-pihak yang bersangkutan;
  2. harta hibahan yang diterima oleh keluarga sedarah dalam garis keturunan lurus satu derajat, dan oleh badan keagamaan atau badan pendidikan atau badan sosial atau pengusaha kecil termasuk koperasi yang ditetapkan oleh Menteri Keuangan, dan antara pihak pemberi dan penerima hibahan tidak ada hubungan usaha, pekerjaan, kepemilikan, dan penguasaan.

Dalam hal terjadi pengalihan harta karena hibah, bantuan, dan sumbangan yang tidak memenuhi syarat sebagaimana diuraikan di atas maka nilai pengalihan menggunakan harga pasar.

1 komentar:

kardoman mengatakan...

Dalam hal transaksi jual beli harta perusahaan yang dilikuidasi, apakah diperbolehkan menggunakan nilai NJOP terhadap perusahaan terafiliasi, bukan menggunakan harga pasar?